Mungkin bagi masyarakat Aceh sudah tidak asing lagi dengan istilah makmeugang. Betapa tidak, tradisi makmeugang sudah mendarah daging di kehidupan masyarakat Aceh, sehingga ramadhan dan lebaran seolah tidak afdol tanpa didahului oleh Makmeugang. Tradisi Makmeugang sendiri dalam masyarakat Aceh diadakan 3 kali dalam setahun. Pertama diadakan saat menyambut bulan suci Ramadhan, kedua saat menyambut hari raya idul Fitri, ketiga ketika menyambut hari raya idul Adha.
Makmeugang sendiri merupakan tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat dan yatim piatu oleh masyarakat Aceh. Tradisi Meugang di desa biasanya berlangsung satu hari sebelum bulan Ramadhan atau hari raya, sedangkan di kota berlangsung dua hari sebelum Ramadhan atau hari raya. Biasanya masyarakat memasak daging di rumah, setelah itu membawanya ke mesjid untuk makan bersama tetangga dan warga yang lain.
Bagi masyarakat Aceh ada dua istilah tentang Meugang, pertama pertama Meugang kantoe, Meugang kantoe sendiri maksudnya tradisi Meugang yang hanya dilakukan oleh pejabat. Selaras dengan kata kantoe yang artinya kantor. Kedua, makmeugang, makmeugang adalah tradisi Meugang yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik kaya, pejabat maupun masyarakat miskin. Pada intinya, pada saat Meugang, seluruh masyarakat Aceh akan memasak daging sapi, kambing, ayam, dan bebek lalu menikmati bersama sanak keluarga dan tetangga. Meugang sendiri memberikan rasa solidaritas yang tinggi bagi masyarakat Aceh. Bagi masyarakat Aceh, tidak akan menikmati daging sebelum tetangga nya juga menikmati daging juga. Meugang memiliki nilai religius karena dilakukan pada hari-hari suci umat Islam. Masyarakat Aceh percaya bahwa nafkah yang dicari selama 11 bulan wajib disyukuri dalam bentuk tradisi Meugang.
Tradisi Makmeugang sendiri sudah diadakan sejak ratusan tahun silam di Aceh. Meugang dimulai sejak masa Kerajaan Aceh. Kala itu (1607-1636 Masehi), Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah banyak dan dagingnya dibagikan secara gratis kepada seluruh rakyatnya.Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur atas kemakmuran rakyatnya dan rasa terima kasih kepada rakyatnya.Setelah Kerajaan Aceh ditaklukan oleh Belanda pada tahun 1873, tradisi ini tidak lagi dilaksanakan oleh raja. Namun, karena hal ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh, maka Meugang tetap dilaksanakan hingga saat ini dalam kondisi apapun. Tradisi Meugang juga dimanfaatkan oleh pahalawan Aceh dalam bergerilya, yakni daging sapi dan kambing diawetkan untuk perbekalan. Dengan demikian, tradisi Meugang merupakan tradisi Aceh yang sangat sarat dengan maknanya bagi masyarakat Aceh. Oleh sebab itu, mari kita lestarikan budaya Aceh.
Post a Comment
Post a Comment