Filosofis dalam Catur
Oleh: Nanda, S.pd
Kawan, kalian pasti sudah tidak asing lagi dengan permainan catur, bukan?. Saya yakin kalian bisa memainkannya, kecuali saya. Saya mah nyerah, main Ludo saja sering kalah, apalagi permainan asah otak ini, CATUR. Nama permainan ini adalah CATUR. Namun apakah kita tahu darimana asal muasal CATUR?. Konon katanya, catur berasal dari India, dengan nama aslinya chatturranga, kemudian menyebar ke Persia dan disebut sebagai shatranj di Sassanid. Aturan permainan ini lantas dikembangkan lebih lanjut, dan segera, Shatranj menjadi aktivitas rekreasi kerajaan favorit di dunia muslim. Dari Persia, catur kemudian menyebar ke Arab. Catur selanjutnya dikenal di seluruh Spanyol dengan nama ajedrez dan sebagai xadrez di Portugal. Perlahan-lahan, caturanga menjadi zatrikion dalam bahasa Yunani, dan akhirnya menyebar di Eropa. Pada masa-masa kemudian, papan permainan catur didistribusikan dalam bentuk souvenir dan cinderamata di keluarga kerajaan dan masyarakat umum. Penelitian sejarah menunjukkan bahwa catur mencapai Eropa Barat dan Rusia pada abad ke-9. Namun dari mana pun asalnya, jika catur merupakan metafora pertempuran, Rasulullah Saw telah memberi contoh yang terang soal kelakuan yang harus ditunjukkan prajurit di medan tempur. Semacam code of conducts tentara. Seganas apa pun pertempuran itu, perempuan, anak-anak, dan orang tua haruslah dikecualikan. Rampasan perang ala kadarnya, dan sejahat apa pun musuh, respek tetap harus ditaruh atas mereka. Menghinakan musuh seharusnya bukanlah tabiat para pejuang muslim. Catur bukan sekedar permainan raja palsu dan tentara-tentara yang terbuat dari kayu, namun mengandung perlambang kekuasaan dan alat untuk menghina. Aku terpana saat melihat bagaimana pecatur menjadi jenderal, menjadi ahli strategi, raja-diraja, budak, atau terpaksa mengambil keputusan tanpa pilihan. Tak ada permainan lain seperti catur, dimana kemenangan dan kekalahan dapat di tawar. Tak ada permainan lain yang dengan secangkir kopi tampak seperti bertunangan. Spirit catur melanda kaum ningrat hingga jelata, hitam dan putih sama saja. Adakalanya kulihat buah catur sebagai orang yang tersandera, politisi, seniman, komedian, dan spekulan.
Post a Comment
Post a Comment