Belajar "KEGAGALAN" dari Pak Habibie
Habibie merupakan menteri kesayangan Pak Soeharto. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Presiden Soeharto menginginkan Habibie menjadi Wapres RI tahun 1993-1998. Namun, sebelum pemilu 1992, Mendagri mengadakan pertemuan khusus penentuan cawapres bersama para gubernur jalur ABRI, birokrta, dan partai GOLKAR.
Berdasarkan hasil voting, Habibie memperoleh 8 suara, 7 suara untuk Try Sutrisno, Rudini dan Moerdiono masing-masing 1 suara. Namun pada saat rapat masih berlangsung, Hartas (Perwakilan ABRI) tiba-tiba saja keluar ruangan dan secara terbuka menyampaikan pada Pers bahwa ABRI memilih Try sebagai cawapres.
Pengumuman tersebut tersebar begitu cepat ke seantero negeri. Presiden Soeharto seolah-olah akan dianggap berhadapan dengan ABRI jika tidak ikut mencalonkan TRY sebagai cawapres. Pada tahun 1993, Try ditetapkan sebagai cawapres 1993-1998 melalui Sidang Umum MPR.
Pada 14 Maret 1998, masa jabatan Try sebagai cawapres sudah habis. Dan pada Tahun 1998, Habibie diangkat sebagai cawapres 1998-2003. Pada 21 MEI 1998, Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden. Berdasarkan UU yang berlaku , jabatan presiden beralih pada wapres. Pada tahun ini, Habibe bukan saja dilantik sebagai wakil presiden, tetapi juga dilantik sebagai presiden.
Lalu apa pelajaran yang bisa kita ambil?. Jika Habibie tidak gagal menjadi Wapres 1993-1998. Maka Habibie tidak akan pernah menjadi presiden RI yang ke-3. Terkadang gagal tidak selalu hitam, menang tidak selalu putih. Betapa tidak, kegagalan membawa seseorang kepada kesuksesan yang jauh lebih besar dibanding apa yang mampu diimpikannya.
Disadur: Soekarno Sampai SBY: Intrik dan Lobi Politik Para Penguasa
Disadur: Soekarno Sampai SBY: Intrik dan Lobi Politik Para Penguasa
Post a Comment
Post a Comment