Menjadi Suami yang Baik
Bulan Syawal selalu identik dengan pernikahan. Sehingga pada bulan Syawal terdapat banyak korban, dimulai dari korban patah hati yang ditinggal nikah sang kekasih, hingga korban perasaan akibat sindiran oleh tetangga yang rese karena tak kunjung menikah.
Padahal pernikahan bukanlah sebuah ajang perlombaan, dimana siapa yang cepat nikah, siapa yang duluan punya momongan. Melainkan menikah adalah ibadah yang menyatukan dua insan agar dapat membangun rumah tangga. Sehingga menikah bukan saja siap menjadi suami, tetapi juga bersiap menjadi ayah. Betapa banyak, orang yang siap menjadi suami, namun belum siap menjadi ayah. Akibatnya, ia mengabaikan tanggung jawabnya sebagai suami dan juga sebagai ayah, seperti selingkuh, tidak mengajarkan agama pada istri dan anak-anaknya.
Jadi tidak heran, jika banyak perempuan mengatakan bahwa tidak ada laki-laki yang dapat dipercaya, dan tidak ada laki-laki yang dapat setia hanya pada satu pasangannya. Pernyataan ini memang benar. Mengapa demikian?, karena Allah tidak pernah menuntut kesetiaan pada seorang laki-laki. Namun Allah menuntut tanggung jawab atas laki-laki terhadap anak-anaknya dan istrinya sampai hari kiamat nanti. Secara sekilas, memang itu tidak adil, mengapa harus perempuan yang harus dituntut setia. Tetapi kita harus sadar bahwa Allah maha mengetahui atas apa saja yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya, sebab selalu ada kebaikan atas segala ketentuan-ketentuan-Nya. Hanya saja, kita yang terlalu berburuk sangka terhadap apa saja yang telah ditakdirkan. Yang jelas, perempuan tidak pernah dituntut terhadap dosa-dosa suaminya, sedangkan seorang suami selalu dituntut bahkan di azab atas dosa-dosa anak dan istrinya.
Begitu pula, sebagai suami sebaiknya tidak mengabaikan sunnah yang satu ini. Sunnah apakah itu?, yakni membantu istri dan pekerjaannya, seperti mencuci, menyapu, mengepel dan lain sebagainya. Suami yang terbaik adalah suami yang senantiasa membantu atau meringankan pekerjaan istri. Meringankan pekerjaan istri merupakan bentuk suatu perbuatan baik dari suami pada istri, sekaligus menunjukkan bahwa keluhuran akhlak sang suami.
Sabda Rasulullah Saw "Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari, no. 6039)
Berdasarkan hadis di atas bahwa apa yang Nabi Shalallahu alaihi wasallam ini menunjukkan ketawadhu'an beliau agar umat Islam dapat mencontohkannya. Bahkan As-Sindi Rahimahullah menyebutkan bahwa membantu urusan rumah termasuk kebiasaan (sunnah) orang-orang shalih.
Dengan demikian, membantu pekerjaan istri tidak menunjukkan takut istri atau merendahkan derajat suami. Betapa tidak, dengan meringankan pekerjaan istri justru meninggikan derajat suami. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw bahwa “Tidaklah seseorang tawadhu’ (merendahkan hati) karena Allah melainkan Dia akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim, no. 2588).
Oleh sebab itu, jadilah suami yang terbaik bagi keluarga. Mengapa demikian, sebab suami terbaik adalah suami yang paling baik terhadap anak-anaknya dan istrinya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik pada keluarganya. Aku sendiri adalah orang yang paling baik pada keluargaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3895).
Semoga bermanfaat
Post a Comment
Post a Comment